2)
Perubahan fisiologi patologik
a.Perubahan pada plasenta dan uterus
Menurunnya aliran darh ke plasenta mengakibatkan disfungsi
plasenta. Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin terganggu, pada
hipertensi yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin sampai kematiannya karena
kekurangan oksigenasi. Kenaikan tonusuterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering didapatkan pada pre
eklamsia dan eklamsia sehingga mudah terjadi partus prematurus.
b.Perubahan pada ginjal
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam
ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus mengurang. Kelainan
pada ginjal yang penting ialah dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin
sekali juga dengan retensi air garam dan air. Mekanisme retensi garam dan air
belum diketahui benar, tetapi disangka akibat perubahan dalam perbandingan
antara tingkat filtrasi glomerulus dan tingkat penyerapan kembali oleh tubulus.
Pada kehamila normal penyerapan ini meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi
glomerulus. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arterioles ginjal
menyebabkan fltrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan
retensi garm dan dengan demikian juga retensi air. Peranan kelenjar adrenal
dalam retensi garam dan air belum diketahui benar. Fungsi ginjal pada pre
eklampsia tampaknya agak menurun bila dilihat dari clearance asam uric.
Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal, sehingga menyebabkan
dieresis turun; pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria.
c.Perubahan pada retina
Pada pre eklampsia tampak edema retina, spasmus setempat
atau enyeluruh pada satu atau beberapa arteri; jarang terlihat perdarahan atau
eksudat. Retinopatia arteriosklerotika menunjukkan penyakit vaskuler yang
menahun. Keadaan tersebut tak tampak pada pre eklampsia, kecuali bila terjadi
atas dasar hipertensi menahun atau penyakit ginjal. Spasmus arteri retina yang
nyata menunjukkan adanya pre eklampsia berat; walaupun demikian, vasopasmus
ringan tidak selalu menunjukkan pre eklampsia ringan. Pada pre eklampsia jarang
terjadi ablasio retina. Keadaan ini disertai dengan buta sekonyong-konyong.
Pelepasan retina disebabkan oleh edemaintraokuler dan merupakan indikasi
untuk pengakhiran kehamilan segera. Biasanya setelah persalinan berakhir.
Retina melekat lagi dalam 2 hari sampai 2 bulan. Gangguan penglihatan secara
tetap jarang ditemukan. Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita pre
eklampsia merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Keadaan
ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
d.Perubahan pada Paru – paru
Kematian ibu pada pre-eklamsia dan eklamsia biasanya
disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan decompensasi cordis. Bisa pula
karena terjadinja aspirasi pnemonia,atau abses paru.
e.Perubahan pada otak
Mc Call melaporkan bahwa resistensi pembuluh darah dalam
otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi lagi pada eklampsia.
Walaupun demikian, aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada pre
eklampsia tetap dalam batas normal. Pemakaian oksigen oleh otak hanya menurun
pada eklampsia.
f. Metabolisme air dan Elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyertai pre eklampsia dan eklampsia
tidak hanya diketahui sebabnya. Terjadi disini pergeseran cairan dari ruang
intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini, yang diikuti oleh kenaikan
hematokrit, peningkatan protein serum dan sering bertambah edema, menyebabkan
volume darah mengurang, viskositet
darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran
darah ke jaringan di berbagai bagian tubuh mengurang, dengan akibat hipoksia.
Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya
hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran tentang perbaikan keadaan penyakit dan tentang
berhasilnya pengobatan. Jumlah air dan natrium dalam badan lebih banyak pada
penderita pre eklampsia daripada wanita hail biasa atau penderita hipertensi
menahun. Penderita pre eklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air
dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun,
sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolid, kristaloid dan protein dalam serum
tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada pre eklampsia. Konsentrasi kalium,
natrium, kalsium dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal. Gula
darah, ikarbonas dan pH pun normal. Pada eklampsia, kejang-kejang dapat
menyebabkan kadar gula darah naik untuk sementara; asidum laktikum dan asam
organic lain naik dan bikarbonas natrikus, sehingga menyebabkan cadangan alkali
turun. Setelah kejangan, zat organic dioksida sehingga natrium dilepaskan untuk
dapat bereaksi dengan asam karbonik menjadi bikarbonas natrikus. Dengan
demikian cadangan alkali dapat pulih kembali. Oleh beberapa penulis kadar asam
urat dalam darah dipakai sebagai parameter untuk menentukan proses pre
eklampsia menjadi baik atau tidak. Pada keadaan normal asam urat melewati glemorulus dengan sempurna untuk
diserap kembali dengan sempurna oleh tubulus kontorti proksimalis dan akhirnya
dikeluarkan oleh tubulus kontorti distalis. Tampaknya perubahan pada glomerulus
dengan sempurna untuk diserap kembali dengan sempurna oleh tubulus kontorti
proksimalis dan akhirnya dikeluarkan oleh tubulus kontorti distalis. Tampaknya
perubahan pada glomerulus menyebabkan filtrasi asam urat mengurang, sehingga
kadarnya dalam darah meningkat. Akan tetapi, kadar asam urat yang tinggi tidak
selalu ditemukan. Selanjutnya, pemakaian diuretika golongan tiazid menyebabkan
kadar asam urat meningkat. Kadar keratin dan ureum pada pre eklampsia tidak
meningkat, kecuali bila terjadi oliguria atau anuria. Protein serumtotal,
perbandingan albumin globulin dan tekananosmotic plasma menurun pada pre
eklampsia, kecuali pada penyakit yang berat dengan hemokonsentrasi. Pada
kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen
meningkat dengan nyata. Kadar tersebut lebih meningkat lagi pada pre eklampsia.
Waktu pembekuan lebih pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit
pada eklampsia.
7.
Frekuensi
Ada
yang melaporkan angka kejadian sebanyak 6% dari seluruh kehamilan, dan 12% pada
kehamilan primigravida. Menurut beberapa penulis lain frekuensi dilaporkan
sekitar 3-10%. Lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida,
terutama primigravida usia muda. Faktor-faktor predisposisi untuk terjadinya
preeklamsia adalah molahidatidosa, diabetes melitus, kehamilan ganda, hidrops
fetalis, obesitas, dan umur yang lebih dari 35 tahun (Mochtar, 2007).
Menurut
Winkjosastro Hanifa (2006) Frekuensi pre eklamsia pada tiap negara berbeda-beda
karena banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial
ekonomi, perbedaan kriterium dalam penentuan diagnosis, dan lain-lain. Dalam
kepustakaan frekuensi dilaporkan berkisar antara 3-10%. Pada primigravida
frekuensi pre eklamsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multi gravida,
hidrops fetalis, umur > 35 tahun, dan obesitas
merupakan faktor predisposisi untuk
terjadinya pre eklamsia.
8.
Faktor
resiko pre eklamsia
Menurut Chapman Vicky (2006), factor resiko pre eklamsia :
1) Pre eklamsia 10 kali lebih sering
terjadi pada primigravida
2) Kehamialn ganda memiliki resiko lebih
dari 2 kali lipat
3) Obesitas (yang dengan indeks masa tubuh
> 29) meningkatkan resiko 4 kali lipat.
4) Riwayat hipertensi
5) Diabetes
6) Pre eklamsia sebelumnya (20% resiko
kekambuhan)
Menurut Bobak (2004), factor resiko pre eklamsia :
1) Primigravid, multi para (Mitayani, 2009)
2) Usia < 20 atau > 35 tahun
3) Obesitas
5) Hipertensi sebelumnya
6) Kehamilan mola
7) Kehamilan ganda
9) Pre eklamsia pada kehamilan
sebelumnya
9.
Diagnosis
Menurut
Mitayani (2009), diagnosis di tegakkan berdasarkan :
1.
Wawancara
a.
Riwayat Kesehatan
1)
Riwayat kesehatan dahulu
a) Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi
sebelum hamil
b) Kemungkinan ibu mempunyai riwayat pre eklamsia
pada kehamilan terdahulu
c) Biasanya mudah terjadi pada ibu yang obesitas
d) Ibu mungkin pernah menderita ginjal kronis
2)
Riwayat kesehatan sekarang
a) Ibu merasakan sakit kepala di daerah
frontal
b) Terasa sakit di ulu hati/nyeri eoigastrium
c) Gangguan virus : pandangan mata kabur,
skotoma dan diplopia
d) Mual dan muntah, tidaka da nafsu makan
e) Gangguan serebral lain misal: refleks tinggi
dan tidak tenang
f) Edema pada ekstremitas
g) Tengkuk terasa berat
h) Kenaikan berat badan mencapai 1 kg seminggu
Penanganan
Preeklamsia ringan menurut Rukiyah (2010), dapat dilakukan dengan dua cara
tergantung gejala yang timbul yakni :
1. Pre
Eklamsia Ringan
a) Penatalaksanaan
rawat jalan pasien preeklamsia ringan, dengan cara : ibu dianjurkan banyak
istirahat (berbaring,tidur/miring), diet : cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam; pemberian
sedativa ringan : tablet phenobarbital
3×30 mg atau diazepam 3×2 mg/oral selama 7 hari (atas instruksi dokter);
roborantia; kunjungan ulang selama 1 minggu; pemeriksaan laboratorium: hemoglobin, hematokrit, trombosit, urin
lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
b) Penatalaksanaan
rawat tinggal pasien preeklamsi ringan berdasarkan kriteria : setelah duan
minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari
gejala-gejala preeklamsia; kenaikan berat badan ibu 1kg atau lebih/minggu
selama 2 kali berturut-turut (2 minggu); timbul salah satu atau lebih gejala
atau tanda-tanda preeklamsia berat.
Bila
setelah satu minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan maka preeklamsia
ringan dianggap sebagai preeklamsia berat. Jika dalam perawatan dirumah sakit
sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita
tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan
dengan perawatan rawat jalan.
SEMUA TULISAN YANG DI BOLDKAN DI LINKKAN KE FILE NAMUN TIDAK JURNAL
ANDA DAPAT MENGAKSES DATA DIATAS MELALUI BLOG SAYA YANG LAIN CLIK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar